Kamis, 08 September 2016

Contoh PTK Bahasa Inggris

TEKNIK MISTAKE BUSTER DALAM PEMBELAJARAN GRAMATIKA : UPAYA MENINGKATKAN PENGUASAAN GRAMATIKA DAN PARTISIPASI SISWA KELAS I SMP     NEGERI 1 SUKASADA DALAM PEMBELAJARAN DENGAN ORIENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

oleh
Ni Made Ratminingsih
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) meningkatkan penguasaan gramatika siswa Kelas I SMP Negeri 1 Sukasada, dan (2) meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Dengan prosedur penelitian tindakan kelas, hasil penelitian membuktikan bahwa pemanfaatan teknik “Mistake Buster” dapat meningkatkan penguasaan gramatika siswa dan partisipasi mereka. Penguasaan Gramatika siswa terkategori bagus dan partisipasi mereka terkategori cukup aktif.

Kata kunci : Mistake Buster, penguasaan gramatika, partisipasi

ABSTRACT

This research aimed at (1) improving grammar mastery of the first year students of SMP Negeri 1 Sukasada, and (2) improving their participation in learning. By applying the action research procedure, the results of the study show that the implementation of Mistake Buster technique could improve students’ grammar mastery and their participation. Their grammar mastery was categorized good while their participation was categorized fairly active.

Key words : Mistake Buster, grammar mastery, participation


1. Pendahuluan
Pembelajaran Bahasa Inggris dengan kurikulum berbasis kompetensi menghendaki pembelajar agar dapat menggunakan bahasa target yang dipelajari dalam berkomunikasi secara nyata dalam konteks berbahasa aktual.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah dalam hal ini Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2002) memperkenalkan pembelajaran yang berpendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning atau CTL). CTL adalah suatu konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Guru hendaknya mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Pembelajaran bahasa dengan demikian harus mengutamakan keterampilan berbahasa yang meliputi listening, speaking, reading dan writing. Dengan menguasai keempat keterampilan utama berbahasa tersebut, siswa dapat menjadi pembelajar yang memiliki kompetensi komunikatif.
Di samping keempat keterampilan tersebut di atas, perangkat pendukungnya seperti kosakata, gramatika, dan lafal memegang peranan yang sangat penting. Tanpa penyertaan aspek-aspek kebahasaan ini dalam pembelajaran, keterampilan berbahasa yang menjadi penekanan pembelajaran tidak akan dapat tercapai.
Aspek gramatika yang menjadi salah satu aspek penting dalam pembelajaran harus dikuasai dengan baik oleh pembelajar karena tanpa penguasaan aspek ini niscaya mereka mampu mengkonstruksi kalimat-kalimat dengan benar baik secara tertulis maupun secara oral.
Temuan peneliti di lapangan mengindikasikan bahwa pembelajaran gramatika bahasa Inggris yang begitu kompleks belum mendapat penanganan yang serius. Hasil observasi peneliti membuktikan bahwa guru bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Sukasada lebih banyak menangani pembelajaran keterampilan reading dengan penekanan pada pemahaman kosakata yang berhubungan dengan teks bacaan dan pemahaman isi bacaan. Dalam melaksanakan pembelajaran guru lebih banyak menggunakan teknik question and answer dalam mengarahkan pemahaman siswa terhadap bacaan dan teknik translation dalam membantu pemahaman siswa terhadap kosakata. Kegiatan selanjutnya diarahkan pada penyelesaian tugas-tugas (tasks) yang menyertai reading text. Setelah mengerjakan tugas-tugas tersebut, siswa kemudian menuliskan jawaban-jawabannya di papan tulis. Apabila siswa melakukan kesalahan  dalam menjawab  tugas-tugas yang dikerjakan khususnya yang berhubungan dengan kesalahan gramatika, maka yang dilakukan guru biasanya adalah memperbaiki kesalahan tersebut (teacher correction) dan dilanjutkan dengan penjelasan terhadap kesalahan tersebut. Teknik yang dipakai dalam menjelaskan kesalahan siswa lebih cenderung menggunakan teknik Deductive, yaitu dengan memberikan aturan gramatika disertai dengan contoh penggunaannya dalam kalimat.
Temuan peneliti di atas diakui oleh guru pengajar bahasa Inggris di sekolah tersebut bahwa memang demikian yang terjadi di lapangan, guru selalu menjadi source corrector untuk kesalahan siswa baik itu kesalahan gramatika maupun kesalahan dalam lafal dalam kegiatan membaca. Walaupun sudah dibantu mengoreksi kesalahan gramatika yang dibuat dan diberi penjelasan secara deduktif, kesalahan-kesalahan gramatika masih terus muncul, dan bahkan ini berpengaruh terhadap hasil tes, dimana kemampuan pemahaman gramatika mereka dinyatakan masih lemah.
Fenomena tersebut di atas terjadi karena (1) guru tidak berusaha memvariasikan pembelajaran khususnya pembelajaran gramatika yang lebih menantang mereka untuk belajar mengoreksi pekerjaan sendiri atau pekerjaan orang lain, (2) siswa tidak mempunyai pengetahuan atau pemahaman yang cukup tentang aturan-aturan gramatika untuk melakukan koreksi, dan (3) guru merasa bahwa dengan koreksi dari guru maka permasalahan lebih cepat teratasi.
Mengacu pada permasalahan di atas, peneliti ingin membantu memecahkan masalah yang dihadapi guru, yaitu dengan menggunakan teknik "Mistake Buster" yang lebih memfokuskan pada partisipasi aktif siswa untuk mengevaluasi sendiri kesalahan-kesalahan gramatika yang sengaja dibuat oleh guru atau dipersiapkan oleh guru. Huynh (2003:1) menyatakan bahwa teknik ini sangat efektif untuk mengarahkan siswa untuk terlibat aktif dan bertanggung jawab terhadap pembelajaran dengan berlatih mengkoreksi kalimat-kalimat yang salah sendiri. Banyak keuntungan yang didapatkan melalui pemanfaatan teknik ini, antara lain: (1) Dengan mengubah peran dari "Mistake corrector" Huynh menemukan bahwa pembelajar lebih bergembira dalam belajar. (2) Tingkat kesenangan mereka bahkan dapat ditingkatkan ketika kelas dibagi menjadi dua tim untuk berkompetisi menemukan dan memperbaiki kesalahan. (3) Pembelajar mempunyai kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan yang mungkin mereka buat dibandingkan dengan guru yang memberitahu kesalahan-kesalahan mereka. Dengan demikian mereka dapat merasakan kepuasan ketika bisa memperbaiki kesalahannya sendiri. (4) Teknik ini juga dapat membantu guru mengecek tingkat pemahaman mereka terhadap aturan-aturan gramatika atau pemahaman mereka terhadap tugas reading. (5) Teknik ini dapat dipakai untuk memberikan pengayaan dan meningkatkan  keterampilan produksi bahasa mereka (production skills) seperti writing dan pronunciation. (6) Teknik ini tidak menakutkan dan penuh dengan canda yang menjadi salah satu dasar pengondisian pembelajaran terbaik agar proses pembelajaran dapat terlaksana (Huynh, 2003:1).
Todd (2002:16) menambahkan, bahwa self-assessment sangat bermanfaat baik dalam proses pembelajaran maupun evaluasi. Dengan self-assessment pembelajar dapat lebih mengarahkan pembelajaran sendiri (self directed learning) dan lebih independen dalam menggunakan bahasa.
Teknik "Mistake Buster" yang diperkenalkan oleh Huynh (2003) didasarkan pada suatu keinginan untuk membantu pembelajar bahasa untuk dapat belajar lebih baik dengan cara menciptakan berbagai kesempatan pada mereka untuk dapat merefleksikan segala sesuatu yang telah dipelajari dan dapat melihat kembali dari sisi yang berbeda. Satu cara yang telah diujicobakan oleh Huynh dan ditemukan efektif adalah dengan mempersiapkan aktivitas dimana pembelajar mengambil alih peranan dalam mengoreksi kesalahan, yang biasanya dilakukan oleh guru. Sementara itu guru berperan dengan sengaja menjadi pembuat kesalahan (Mistake maker).
Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan teknik "Mistake Buster adalah sebagai berikut.
a. Persiapan:
Pemilihan Kategori Kesalahan
Pilih kategori kesalahan yang memang bermasalah yang menjadi fokus dari pelajaran yang sedang diajarkan.
Menyiapkan kesalahan-kesalahan
Kata-kata kerja yang salah (wrong verbs) yang perlu ditemukan dan dikoreksi siswa dapat dipersiapkan dalam bentuk daftar kata kerja (verb list), kalimat-kalimat pendek (short sentences), kalimat-kalimat panjang (long sentences) atau dalam bentuk narasi (narrative).
Di bawah ini diberikan contoh dalam pembelajaran 'past tense':
Sample verb list: want, need, work, visit, repair, take, eat, bring, think, wash, change, enjoy, study, use, make, clean, finish.
Sample short sentences: I go to bed at 10.00 last night or My mother call me this morning.
Sample long sentences: I don't go to school last week because I have a motorbike accident, but fortunately I don't broke a bone or anything.
Sample narrative: I have really good day yesterday. First my sister calls me from California in the morning and we talk for nearly an hour. She tells me many exciting things about life in california and promise to call me again soon. Then I go to school and taken a rest. It were quite easy because I study ver hard last week to prepare for it…… (Huynh, 2003:2).

b. Pelaksanaan:
Di bawah ini diberikan contoh oleh Huynh bagaimana mengimplementasikan "Mistake Buster" untuk mengecek kemampuan siswa dalam menggunakan regular dan irregular verbs dalam Simple Past Tense"
Langkah1: Pemanasan (Warm Up): (dengan menggunakan verb list)
Memberitahu siswa bahwa mereka akan beraktivitas mereview Simple Past Tense.
Membagi kelas menjadi 2 tim dan memberitahu bahwa mereka akan berkompetisi.
Membuat 2 kolom di papan dan menyuruh siswa mengisi kolom kiri dengan kata-kata kerja (verb) dalam bentuk Present Tense sebanyak-banyaknya.
Menyuruh mereka menemukan bentuk past tense dari semua kata kerja (verbs) tersebut. Mereka harus mengangkat tangan secepatnya untuk menjawab. Untuk setiap jawaban benar, tim mendapatkan skor 10.
Mulailah aktivitas dan jumlahkan skor untuk setiap tim apabila semua kata kerja (verbs) telah diubah ke dalam Simple Past tense.

Langkah 2:  Aktivitas dengan menggunakan kalimat pendek dan panjang (Short dan Long Sentences)
Memberitahu siswa bahwa mereka harus mendengarkan kalimat-kalimat pendek, dan kemudian kalimat-kalimat panjang untuk menemukan kesalahan dalam verbs dan mengkoreksinya dengan menjadikannya bentuk Simple Past Tense.
Mulailah membaca satu kalimat satu kali. Ulangi kalimat tersebut apabila siswa tidak memahaminya pada bacaan pertama.
Siswa harus mengangkat tangan untuk mendapat ijin memberikan jawaban. Untuk setiap jawaban benar, tim akan mendapat skor 10.
Lanjutkan memberikan skor dan jumlahkan sampai semua kalimat dibacakan dan dikoreksi.

Langkah 3: Aktivitas dengan menggunakan narasi (A Narrative)
Memberitahu siswa bahwa mereka akan mendengarkan sebuah narasi dan menuliskan kata-kata kerja (verbs) yang menurut mereka salah.
Membaca narasi dengan kecepatan normal.
Membaca kembali narasi jika diperlukan.
Mereka harus mengangkat tangan secepatnya untuk mendapat ijin memberikan jawaban.
Menyuruh mereka menyebutkan dengan keras kata-kata kerja yang salah yang mereka dengar dan memberikan koreksinya.
Berikan skor dan jumlahkan apabila semua kata kerja telah dikoreksi.

Langkah 4: Kesimpulan (Wrap Up)
Berikan penghargaan atas segala usaha siswa.
Review poin-poin penting atau berikan penjelasan tambahan jika diperlukan.(Huynh, 2003:2)

Dari langkah-langkah pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran mandiri dengan mengimplementasikan teknik “Mistake” Buster berusaha mengintegrasikan aspek-aspek pembelajaran gramatika dengan keterampilan berbahasa dalam hal ini Listening dan Writing dan aspek bahasa yang lain seperti, vocabulary.

2. Metode Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I E (kelas VII E dalam sistem pendidikan yang baru) semester 2 SLTP Negeri 1 Sukasada yang berjumlah 39 orang. Kelas ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru pengajar di kelas I yang berjumlah 5 kelas merupakan kelas yang memiliki input paling rendah dan paling bermasalah dalam pembelajaran bahasa Inggris.
Penelitian ini adalah merupakan penelitian tindakan berbasis kelas yang menggunakan rancangan Kemmis dan Taggart (1988), yang terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,observasi, dan refleksi.
Pada tahap perencanaan, peneliti mempersiapkan (1) jenis-jenis kesalahan gramatika baik berupa word list, short sentences, long sentences atau narrative yang berhubungan dengan tema/sub tema yang dibahas, (2) menyusun skenario pembelajaran dengan memanfaatkan teknik "Mistake Buster", (3) membuat instrumen (tes) untuk mengukur penguasaan gramatika siswa sebelum diberi tindakan dan sesudah diberi tindakan, (4) membuat angket untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap strategi pembelajaran yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar, dan (5) membuat lembar observasi untuk mengukur partisipasi siswa dalam pembelajaran dan sikap siswa selama pembelajaran.
Pada tahap implementasi tindakan, tugas-tugas yang dikerjakan siswa adalah (1) mereview konsep gramatika yang telah dipelajari, (2) mencari kata-kata kerja dan menemukan bentuk yang benar, (3) mendengarkan kalimat pendek dan kalimat panjang (short and long sentences), (4) menemukan kesalahan penggunaan kata kerja (verb) dan memperbaikinya, (5) mendengarkan sebuah narasi dan menuliskan kata-kata kerja yang menurut mereka salah, dan (6) menyebutkan dengan keras kata-kata kerja yang salah dan memberikan koreksinya.
Pemantauan (observasi) dalam penelitian ini dilakukan sebanyak 10 kali yang terdiri dari 1 kali observasi awal dan 9 kali observasi selama dilaksanakan 3 siklus (9 kali tatap muka). Hal-hal yang diobservasi dalam setiap tatap muka adalah (1) pelaksanaan skenario pembelajaran dengan mengimplementasikan teknik "Mistake Buster", (2) partisipasi siswa selama pembelajaran, dan (3) sikap siswa selama proses PBM
Evaluasi terhadap tindakan dilakukan selama proses pembelajaran maupun akhir pembelajaran.  Dalam proses pembelajaran, evaluasi yang dilaksanakan adalah berupa penyelesaian tugas-tugas yang dikerjakan di kelas. Sedangkan untuk evaluasi akhir pembelajaran, peneliti memanfaatkan tes tertulis yang mencakup semua aspek gramatika yang telah dipelajari dalam setiap siklus.
Analisis hasil pemantauan dan evaluasi penelitian ini dilaksanakan pada setiap akhir tatap muka dengan melihat penguasaan gramatika dan partisipasi siswa dalam pembelajaran.
Pada setiap akhir siklus, penguasaan gramatika siswa dievaluasi melalui pemberian tes tertulis yang terdiri dari 20 soal berupa kalimat-kalimat dengan gramatika yang salah dan kemudian siswa harus dapat menemukan kesalahan tersebut dan mengkoreksinya. Bentuk tes yang dipakai adalah Multiple Choice. Bentuk ini dipilih untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis data. Untuk setiap jawaban benar mendapat nilai 5, dan nilai maksimal yang didapatkan siswa adalah 100.
Kriteria keberhasilan minimum yang menjadi syarat penelitian ini adalah 75% dimana tingkat pencapaian peningkatan penguasaan gramatika dengan menggunakan teknik "Mistake Buster" yang diusulkan terkategori bagus. Menurut Ramelan (1982) sebuah penelitian dianggap sukses apabila dapat mencapai standar pencapaian minimal 75%.
Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran dinilai dengan menggunakan lembar observasi yang berupa checklist, dimana peneliti hanya memberikan tanda tik (() pada setiap deskriptor yang muncul dari 5 indikator yang dipakai. Adapun kelima indikator partisipasi yang diperkenalkan oleh Tim Instruktur PKG (1992:2) adalah sebagai berikut.
(1) Perhatian siswa selama proses pembelajaran. (2) Interaksi siswa dengan guru. (3) interkasi siswa dengan siswa. (4) Kerja kelompok. (5) Diskusi.
Untuk menginterpretasikan skor khususnya yang berhubungan dengan penilaian penguasaan gramatika yang dicapai oleh masing-masing siswa, peneliti menggunakan acuan penilaian yang diterapkan di IKIP Negeri Singaraja (2002:28), sebagaiman yang tampak pada tabel 01 berikut.
Tabel 01 : Acuan Penilaian di IKIP Negeri Singaraja
Tingkat Pencapaian
Kategori

85%-100%
Bagus Sekali

70%-84%
Bagus

55%-69%
Cukup

40%-54%
Kurang

0%- 39%
Sangat Kurang

Sedangkan untuk menentukan kriteria partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, dipergunakan kriteria yang ada dalam Buku Pedoman IKIP Negeri Singaraja  (2002:30), seperti tabel 02 berikut.
Tabel 02 : Kriteria Partisipasi  Siswa dalam Proses Pembelajaran
KRITERIA
KUALIFIKASI

S > (M +  1,5 SD)
Sangat Aktif

(M + 0,5 SD) < S < (M + 1,5 SD)
Aktif

(M - 0,5 SD) < S < (M + 0,5 SD)
Cukup Aktif

(M - 1,5 SD) < S< (M - 0,5 SD)
Kurang Aktif

S < (M - 1,5 SD)
Tidak Aktif

Catatan:
S = Skor yang diperoleh semua siswa
M = Nilai rerata siswa yang dihitung dari jumlah skor dibagi jumlah siswa
SD = Standar Deviasi yang dicari melalui perhitungan statistik
Kriteria keberhasilan minimum untuk partisipasi siswa adalah jika partisipasi siswa tergolong cukup aktif. 
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
3.1 Hasil Penelitian
3.1.1 Penguasaan Gramatika Siswa
Tabel 03 : Penguasaan Gramatika Siswa dari Pretest sampai Post Test III

Pretest
Post test 1
Siklus I
Post test 2
Siklus II
Posttest 3
Siklus III

Rerata
Kategori
Rerata
Kategori
Rerata
Kategori
Rerata
Kategori

23,97
Sangat Kurang
70,0
Bagus
60,90
Cukup
69,62
Bagus

Dari tabel 03 di atas dapat dilihat bahwa siswa Kelas I E (VII E) SMP Negeri 1 Sukasada pada awal pembelajaran, yaitu sebelum diberikan tindakan memang terbukti masih sangat bermasalah dalam penguasaan gramatika Bahasa Inggris. Nilai rerata mereka pada tes awal adalah 23,97 terkategori sangat kurang.  Dari 39 siswa yang menjadi subjek penelitian, 37 siswa (94,87%) mendapat nilai dibawah 39 dengan kategori sangat kurang dan sisanya 2 siswa (5,13%)  mendapat nilai 45 dengan kategori kurang. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun siswa yang mendapat nilai di atas 50.
Pada akhir siklus I nilai tes akhir 1 siswa menunjukkan rerata yang sangat mengesankan yaitu 70,0 dengan kategori bagus. Ini mengindikasikan bahwa teknik Mistake Buster dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep gramatika Simple Present Tense. Dari 39 siswa, 9 siswa (23,08%) mendapat nilai 85 ke atas dengan kategori sangat bagus, 20 siswa (51,28%) mendapat nilai antara 70 sampai 80 dengan kategori bagus, 5 siswa (12,82%) mendapat nilai antara 55 sampai 65 dengan kategori cukup dan sisanya 5 siswa (12,82%) mendapat nilai 40 sampai 50 denga kategori kurang. Namun, peningkatan yang baru mencapai 70% tersebut belum mampu mencapai standar minimal yang menjadi syarat penelitian ini yaitu 75% (menurut Ramelan, 1982), sehingga penelitian ini dilanjutkan pada siklus berikutnya.
Pada siklus II, yang juga dilaksanakan dalam 2 sesi dengan fokus pembelajaran pada konsep Present Continuous Tense, teknik Mistake Buster secara umum mengikuti langkah-langkah yang telah dilakukan pada siklus I, namun modifikasi dilakukan pada siklus ini sesuai dengan temuan di siklus sebelumnya. Pada siklus I siswa mengalami masalah ketika mendengarkan kalimat-kalimat yang dibacakan guru terutama kalimat panjang dan narasi. Untuk masalah ini, guru mengantisipasi dengan membaca kalimat berulang-ulang, bahkan lebih dari 3 kali sehingga waktu menjadi melar dan bahkan guru masih mengajar ketika jam pelajaran telah usai karena dituntut menyelesaikan pembelajaran sesuai dengan skenario. 
Berdasarkan pada temuan ini maka pada siklus II, sebelum guru membacakan kalimat-kalimat, siswa diberi handout kalimat-kalimat tersebut, sehingga mereka juga dapat melihat ejaan kata-kata yang terdapat dalam kalimat serta dapat belajar pengucapannya yang benar dari contoh yang diberikan guru. Hasil tes akhir 2 pada siklus II ini menunjukkan bahwa nilai rerata siswa 60,90. Ini membuktikan bahwa pada siklus II telah terjadi penurunan pemahaman siswa terhadap konsep gramatika yang diajarkan. Penurunan terjadi dari 70,0 menjadi 60,90 yaitu sebanyak, 9,10 poin.
Penurunan tersebut diakibatkan oleh adanya 16 siswa yang nilainya menurun di siklus II jika dibandingkan dengan siklus I. Oleh karena itulah, dipandang perlu untuk memberikan pembelajaran remidi kepada 16 siswa ini sebelum pelajaran dilanjutkan pada siklus berikutnya. Dari hasil analisis terhadap 16 siswa yang mengalami penurunan nilai pada tes akhir 1, nilai rerata mereka 69,38 terkategori cukup, namun pada test akhir 2 nilai rerata mereka 40,0 terkategori kurang, dimana hanya 4 orang (25%) dari 16 siswa yang mendapat nilai di atas 55 terkategori cukup, sisanya 12 siswa (75%) mendapat nilai di bawah 55 terkategori kurang. Setelah diberikan pembelajaran remidi, dan kemudian dites dengan tes yang sama nilai rerata menunjukkan peningkatan yaitu 76,88 terkategori bagus, dengan rincian 8 siswa (50%) terkategori sangat bagus, 2 siswa (12,5%) terkategori bagus, 4 siswa (25%) terkategori cukup, namun 2 siswa (12,5%) masih terkategori kurang 
Pada siklus III pembelajaran difokuskan pada pemahaman konsep Simple Past dan Present Perfect dengan konsentrasi pada penggunaan kata kerja regular (verb-ed). Dua tenses ini diberikan bersamaan oleh karena bentuk kata kerja yang dipakai sama yaitu verb-ed sehingga siswa terbantu dalam memahami pelajaran. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, teknik Mistake Buster diupayakan secara optimal sesuai dengan langkah-langkah yang telah diterapkan sebelumnya. Perbedaannya dengan siklus II, yaitu pada siklus ini siswa diberikan penjelasan perbedaan penggunaan verb-ed dalam Simple Past dengan verb-ed dalam Present Perfect. Setelah itu siswa diberikan handout ringkasan dari penggunaan kedua tenses tersebut dengan contoh-contoh dalam kalimat, dan siswa disuruh membaca handout tersebut dengan seksama. Disamping itu pada akhir kegiatan, ketika siswa telah mendengarkan, kalimat pendek, panjang dan narasi dari guru, siswa diberikan kesempatan bekerja dengan pasangannya dalam membaca kalimat dan narasi, menemukan kesalahan kata kerja dan memperbaikinya bersama-sama. Hasil dari perlakuan seperti itu dapat dilihat pada nilai rerata siswa pada tes akhir 3, yaitu 69,62 dengan kategori bagus.
Dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya dari 3 siklus yang direncanakan hasil yang dicapai siswa telah menunjukkan peningkatan yang baik dimana siswa yang tadinya sangat bermasalah dengan konsep gramatika yang telah dipelajari dapat ditingkatkan pemahamannya dengan bantuan teknik Mistake Buster. Dalam hal kategori, hasil penelitian telah mencapai standar yang disyaratkan yaitu kategori bagus. Namun dari segi peningkatan yang direncanakan yaitu 75% sesuai dengan pendapat Ramelan (1982), penelitian ini belum mampu mencapai standar tersebut. Tetapi kalau dibandingkan dengan kondisi awal siswa yang ditunjukkan oleh skor rerata 23,97 menjadi 69,62 pada akhir siklus III telah terjadi peningkatan + 200%, sehingga peneliti merasa bahwa penelitian ini bisa diakhiri.
Pembelajaran remidi juga diberikan setelah tes akhir 3 ini, khusus pada 22 siswa yang masih mendapat nilai yang terkategori kurang, cukup dan mengalami penurunan nilai dibandingkan dengan hasil tes sebelumnya. Dari 22 jumlah siswa, 12 siswa (54,55%) mengalami penurunan nilai, tetapi 10 siswa (45,45%) mengalami peningkatan nilai namun belum termasuk kategori bagus. Dilihat dari kategori, 16 siswa (72,73%) masih terkategori cukup, 2 siswa (9,09%) terkategori kurang dan 4 siswa (18,18%) terkategori bagus. Secara umum nilai rerata dari 22 siswa ini pada akhir tes 3 adalah 60,0 dengan kategori cukup.
Hasil remidi menunjukkan adanya peningkatan penguasaan gramatika siswa dengan rerata nilai 82,73 terkategori bagus. Dari 22 siswa, 11 siswa (50%) mendapat nilai 85 ke atas dengan kategori sangat bagus, 9 siswa (40,91%) mendapat nilai antara 70 dan 75 dengan kategori bagus dan 2 siswa  (9,09%) mendapat nilai 65 dengan kategori cukup. Jadi setelah diadakan remidi ke-2 tidak ada siswa yang mendapat nilai di bawah 65 atau masuk kategori kurang.

3.1.2 Partisipasi Siswa
Hasil analisis partisipasi siswa dalam pembelajaran pada setiap siklus dapat dilihat pada 04 tabel di bawah ini.
Tabel 04 :  Partisipasi Siswa Dilihat dari Mean Sesi 1 dan 2, Skor, serta Standard Deviasi
SIKLUS 1
SIKLUS 2
SIKLUS 3

Skor = (M1 +M2)/2 = 19,31 + 17,69/2 =18,5
SD = (SD1 + SD 2)/2 = 0,8
Skor = (M1+M2)/2 = 15,90 + 23,82/2 = 19,86
SD = (SD1+SD2)/2 = 0,35
Skor = (M1+M2)/2 = 24,03 + 24,21/2 = 24,12
SD = (SD1+SD2)/2 = 0,92

Tabel 05 : Kualifikasi Partisipasi Siswa

SD
0,5 SD
1,5 SD
M + 0,5 SD
M - 1,5 SD
M - 0,5 SD
M + 1,5 SD
Kualifikasi

Siklus 1
0,80
0,40
1,20
18,90
17,30
18,10
19,70
Cukup Aktif

Siklus 2
0,35
0,18
0,53
20,04
19,34
19,69
20,39
Cukup Aktif

Siklus 3
0,92
0,46
1,38
24,58
22,74
23,66
25,50
Cukup Aktif

Dari 04 tabel di atas dapat dilihat bahwa sejak diperkenalkan teknik Mistake Buster partisipasi siswa tergolong cukup aktif mulai dari siklus 1 sampai dengan siklus 3. Dari tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa pada hakekatnya terjadi peningkatan skor partisipasi siswa. Pada siklus 1 skor siswa yang diambil dari nilai rerata (mean) 2 sesi pembelajaran adalah 18,5, pada siklus 2 adalah 19,86, dan pada siklus 3 yaitu 24,12. Namun peningkatan tersebut tidak dapat membedakan secara signifikan partisipasi mereka dalam siklus yang berbeda.

3.2 Pembahasan
Sebelum diberikan tindakan siswa kelas I E (VII E) yang berjumlah 39 siswa terbukti mengalami masalah serius dalam pembelajaran gramatika. Ini dibuktikan dari hasil tes awal yang menunjukkan nilai rerata 23, 97 yang terkategori sangat kurang.
Itulah sebabnya peneliti berusaha membantu mereka dengan mengaplikasikan teknik yang lebih menantang dimana siswa belajar menemukan kesalahan, dan mengkoreksi kesalahan sendiri, yaitu melalui teknik Mistake Buster. Dengan teknik ini siswa diupayakan untuk bekerja dan ikut melibatkan diri secara lebih optimal dalam pembelajaran mulai dari mengidentifikasi kata kerja melalui contoh kalimat yang diberikan guru, berkompetisi mencari kata kerja sebanyak-banyaknya dalam kelompok, sampai pada menemukan kesalahan kata kerja dan mengkoreksinya. Dengan cara belajar seperti itu pemahaman siswa terhadap konsep dapat ditingkatkan dan bahkan dapat diserap dengan lebih baik sehingga dapat disimpan lebih lama dalam memori mereka.
Hasil tes akhir 1siklus I membuktikan bahwa dengan tindakan seperti di atas, penguasaan gramatika siswa meningkat tajam yaitu dengan perolehan rerata 70,0 dengan kategori bagus. Hasil ini membuktikan bahwa teknik Mistake Buster dapat membantu siswa meningkatkan penguasaan gramatika dengan lebih baik, walaupun belum mencapai standar kriteria 75% (Ramelan, 1982).
Hasil observasi kelas membuktikan siswa sangat partisipatif dalam pembelajaran namun mereka masih bingung dalam membetulkan kata kerja. Mereka menyenangi kerja kelompok dalam berkompetisi mencari kata-kata kerja sebanyak-banyaknya, walaupun pada awalnya mereka bingung dalam menuliskan kata kerja dan bentuknya yang benar.
Dari hasil angket 1 pada siklus I, yang menyaring respon mereka terhadap pembelajaran mengindikasikan bahwa siswa merasa senang dengan pembelajaran yang diikuti, kompetisi dalam permainan mencari kata kerja dalam kelompok dirasakan menarik. Begitu pula kegiatan memperbaiki kesalahan sendiri dari kalimat yang diberikan guru dinyatakan sangat menantang.
Analisis hasil partisipasi pada tabel 2 dan 3 di atas juga membuktikan bahwa sejak diperkenalkan teknik Mistake Buster, siswa sudah cukup aktif dalam kegiatan kelas yang dilihat dari aktivitas mereka seperti, perhatiannnya selama proses pembelajaran, interaksi mereka dengan guru, interaksi antar siswa, dalam bekerja kelompok dan dalam berdiskusi.
Berdasarkan temuan pada siklus I, peneliti optimis dengan pemanfaatan teknik Mistake Buster. Langkah-langkah yang dipakai pada siklus I masih digunakan, namun modifikasi dilakukan yaitu dengan memberikan contoh kata kerja dan bentuknya yang benar pada lembar kerja kelompok sebelum berkompetisi, dan memberikan handout kalimat serta narasi yang dibacakan guru kepada siswa sehingga ketika kalimat dibacakan oleh guru siswa tidak bingung dengan apa yang didengar sekaligus mengefektifkan pembelajaran serta mengefisienkan waktu.
Dari hasil observasi kelas dalam 2 sesi pembelajaran di siklus II menunjukkan bahwa siswa mampu menjawab pertanyaan guru tentang kalimat yang dijelaskan yaitu menunjukkan kata kerja dengan bentuk –ing, kerja kelompok berupa kompetisi menemukan kata kerja sebanyak-banyaknya dan menentukan bentuknya yang benar berjalan dengan lancar dan siswa mengerjakannya dengan semangat. Ketika guru memberikan handout kalimat yang dibacakan, siswa mendengar dengan seksama sambil membaca dalam hati kalimat-kalimat yang dibacakan guru. Dalam kegiatan kerja kelompok, siswa mengerjakan dengan baik tugas menemukan kesalahan kalimat dan memperbaikinya. Hasil kerja kelompok kemudian dibahas bersama-sama dan siswa berinteraksi aktif dan merespon kegiatan dengan baik.
Berdasarkan hasil angket pada siklus II, didapatkan data respon siswa yang menyatakan bahwa mayoritas siswa(82,05%) sangat senang dengan pembelajaran yang dilakukan guru. Penggunaan permainan berupa kompetisi mencari kata kerja dalam kelompok dirasakan menarik dan semua siswa (100%) menyatakan bahwa bantuan yang diberikan berupa contoh kata kerja dan bentuknya yang benar membantu pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari.
Meskipun respon siswa terlihat baik dan mereka antusias dalam pembelajaran serta hasil angket menunjukkan respon positif, tetapi hasil tes akhir 2 yang dicapai oleh siswa memperlihatkan nilai rerata 60,90. Jika dibandingkan dengan capaian pada tes akhir 1 siklus I (70,0) terjadi penurunan sebanyak 9,1 poin. Dari analisis hasil tes dengan membandingkan hasil tes 1 dengan hasil tes 2 ternyata terdapat 16 siswa yang menurun nilainya pada tes 2. Pada tes 1 nilai rerata 16 siswa tersebut 69,38 terkategori cukup, tetapi pada tes 2 nilai reratanya 40,0 terkategori kurang. Mereka kemudian diwawancarai dan ternyata dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa mereka tidak belajar karena banyak tugas Matematika dan Sejarah. Beberapa dari mereka mengatakan mereka masih bingung dengan penggunaan to be (is, am, are) dan kata kerja bentuk –ing, dan bahkan ada yang merasa kurang konsentrasi dalam menjawab tes.
Dari hasil analisis partisipasi, sesungguhnya terjadi peningkatan rerata partisipasi siswa, yang pada siklus I 18,5, dan pada siklus II 19,86. Dan hal yang menarik dari temuan ini adalah kalau pada siklus I terjadi rentangan beberapa siswa aktif, cukup aktif, dan sebagian kurang aktif, tetapi pada siklus II mayoritas siswa cukup aktif berpartisipasi.
Menindaklanjuti hasil ini, peneliti menyarankan kepada guru untuk melakukan remidi sebelum melanjutkan pembelajaran pada siklus III, untuk membantu siswa yang masih bermasalah. Dalam remidi, siswa dibantu dengan pemahaman konsep secara lebih intensif, lalu diberikan contoh-contoh kalimat tambahan yang berisi kesalahan kata kerja untuk diperbaiki dengan teman sebangku. Kemudian siswa disediakan handout aturan gramatika dari Present Continuous Tense untuk dipelajari secara seksama, setelah itu diberikan handout kalimat pendek, panjang dan narasi yang dibacakan guru. Selanjutnya, siswa bekerja secara individual mencari kesalahan kata kerja dan memperbaikinya. Hasil remidi menunjukan bahwa dengan tindakan seperti di atas, 16 siswa tersebut dapat meningkatkan penguasaan gramatika mereka, dengan capaian nilai rerata 76,88 terkategori bagus.
Langkah-langkah yang dilakukan baik pada siklus II maupun pada pembelajaran remidi dikombinasikan dalam melakukan tindakan di siklus III. Pada siklus ini, materi difokuskan pada pemahaman konsep Simple Past dan Present Perfect dengan kata kerja regular yaitu verb-ed. Dengan demikian pembelajaran dari dua tenses ini diasumsikan tidak mempersulit siswa karena menggunakan kata kerja berpola sama. Jadi modifikasi yang dilakukan pada siklus III adalah (1) siswa dibantu pemahamannya dengan memberikan penjelasan perbedaan penggunaan verb-ed dalam Simple Past dengan verb-ed dalam Present Perfect, (2) guru juga membantu siswa mengidentifikasi keterangan waktu yang dipakai pada kedua tenses tersebut, (3) siswa diberikan handout ringkasan dari penggunaan kedua tenses tersebut dengan contoh-contoh dalam kalimat, dan siswa disuruh membaca handout tersebut dengan seksama, (4) pada akhir kegiatan, ketika siswa telah mendengarkan kalimat pendek, panjang dan narasi dari guru, siswa diberikan kesempatan bekerja dengan pasangannya dalam membaca kalimat dan narasi, menemukan kesalahan kata kerja dan memperbaikinya bersama-sama.
Dengan perlakuan seperti di atas, hasil yang dicapai siswa pada tes akhir 3 menunjukkan nilai rerata 69,62 masuk kategori bagus. Hasil ini sesuai dengan kategori pencapaian minimum dapat dikategorikan sudah memuaskan, karena terkatogori bagus, namun mengacu pada Ramelan (1982), hasil tersebut sesungguhnya belum mencapai hasil maksimal yaitu mencapai standar kriteria keberhasilan minimum 75%. Tetapi, sesuai dengan rencana penelitian yang hanya dilakukan 3 siklus dan berhubung dengan terbatasnya waktu penelitian, dimana siswa kelas I akan segera ulangan umum, maka peneliti mengakhiri penelitian sesuai dengan rencana semula. Walaupun hasil yang dicapai belum mencapai peningkatan 75%, tetapi peneliti berkeyakinan bahwa siswa dapat meningkatkan penguasaan gramatika mereka bila penelitian dilanjutkan kerana mereka sudah paham dengan apa yang dikerjakan setelah beberapa kali tindakan. Kalau dilihat secara seksama dari hasil tes awal, sesungguhnya perlakuan yang diberikan telah berhasil meningkatkan penguasaan gramatika siswa karena dari nilai rerata hasil tes awal 23,97, pada tes akhir 1 siklus I telah meningkat menjadi 70,0. Nilai ini sudah meningkat sekitar 200%, kemudian menjadi 60,90 pada tes akhir 2 siklus II, meningkat sekitar 150% dan pada tes akhir 3 siklus III menjadi 69,62 meningkat +  200%.
Dari hasil observasi kelas, dapat direfleksikan bahwa pada 2 sesi pembelajaran di siklus III siswa sudah semakin paham dengan tahap-tahap pembelajaran yang dilakukan dengan teknik yang digunakan guru. Ini terbukti dari awal pembelajaran mereka memperhatikan dengan baik, mereka semangat dalam bertanya jawab, dan senang serta serius dalam mengikuti pelajaran. Siswa mampu mengidentifikasi kata-kata kerja sesuai dengan subject dari 2 tenses yang diperkenalkan. Siswa sangat bergairah dan semangat dalam melakukan permainan kompetisi mencari kata-kata kerja. Hampir seluruh siswa berpartisipasi dalam diskusi membahas kesalahan kalimat dan memperbaiki kesalahan.
Hasil angket pada siklus III membuktikan bahwa terjadi peningkatan respon positif siswa  terhadap pembelajaran. Mayoritas siswa merasa sangat senang dengan pembelajaran menggunakan teknik Mistake Buster. Mereka tertarik dengan permainan berupa kompetisi mencari kata kerja menarik. Pemberian contoh kata kerja dan bentuknya yang benar mampu membantu pemahaman mereka terhadap tenses yang dipelajari.
Hasil analisis partisipasi membuktikan bahwa terjadi peningkatan rerata partisipasi siswa menajdi 24,21 yang masih terkategori cukup aktif. Sebagian besar siswa cukup aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelas, bahkan beberapa aktif dan bahkan sangat aktif.

4.  Penutup
Teknik “Mistake Buster” dapat meningkatkan penguasaan gramatika siswa kelas I E (kelas VII E) SMP Negeri 1 Sukasada. Hal ini dapat dibuktikan dari adanya peningkatan capaian nilai rerata dari 23,97 (sangat kurang) pada tes awal, menjadi 70,0 pada tes akhir 1 siklus I, kemudian 60,90 (cukup) pada tes akhir 2 siklus II, dan menjadi 69,62 pada tes akhir 3 siklus III. Jadi, strategi pembelajaran yang mengupayakan siswa untuk belajar menemukan kesalahan sendiri dan memperbaikinya dapat membantu pemahaman mereka terhadap aturan gramatika yang dipelajari yaitu Simple Present Tense, Present Continuous Tense, Simple Past dan Present Perfect (regular verb).
Partisipasi siswa juga terlihat meningkat dari siklus ke siklus. Pada siklus I nilai rerata partisipasi adalah 18,5, kemudian menjadi 19,86 pada siklus II dan akhirnya menjadi 24, 12 pada siklus III, yang kesemuanya terkategori cukup aktif. Jadi, meskipun data menunjukkan adanya peningkatan rerata partisipasi, namun peningkatan tersebut masih ada pada kategori yang sama.

DAFTAR  PUSTAKA
Arnold, Jane. 1991. “Reflection on Language Learning and Teaching: An Interview with Wilga Rivers.”  Forum. Vol.24 No. 1: 2-5.
Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principles. An Interactive Approach to Language Pedagogy. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Canale, Michael, and Merrill Swain. 1980. “ Theoretical Basis of Communicative Approaches to Second Language Teaching and Testing.” Applied Linguistics 1.1: 1-47.    
Celce-Murcia, dan Merrill Swain. 1988. Techniques and Resources in Teaching Grammar. Oxford: Oxford University Press.
Direktorat PLP. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Depdiknas
Harmer, Jeremy. 1991. The Practice of English Language Teaching. London: Longman Group UK Ltd.
Huynh, Hai K.P. 2003. Getting Students Actively Involved Using “The Mistake Buster” Technique: The Internet TESL Journal, Vol.IX No. ii, November. Http://iteslj.org/
IKIP Negeri Singaraja. 2002. Pedoman Studi IKIP Negeri Singaraja Tahun 2002.
Kindsvatter, Richard dan Willian Wilen dan Margaret Ishler. 1996. Dynamics of Effective Teaching. New York: Longman Publishers.
Larsen-Freeman, Diane. 1986. Techniques and Principles in Language Teaching. Oxford: Oxford University Press.
Malcolm, Diane dan William Rindfleisch. 2003. Individualizing Learning Through Self-Directed Projects. Forum. Vol. 41 No. 3, July: 10-15.
Nurkencana, Wayan dan P.P.N. Sunartana. 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Ramelan. 1982. Experimentation on the Use of Deductive Technique in Remedial Teaching of English Structure. Malang: IKIP Malang.
Ratminingsih, Ni Made dan I Gusti Ayu Joliati. 1999. Implementasi Pola Pembelajaran Mandiri Sebagai Upaya Meningkatkan Penguasaan Struktur Gramatika (Tenses) Bahasa Inggris Kelas III Bahasa SMU Negeri 1 Singaraja Tahun Pelajaran 1999/2000. Laporan Penelitian Kemitraan Internasional.
Rindjin, I Ketut. 1999. Belajar Secara Mandiri. Sebuah Paper Disampaikan dalam rangka Pelatihan Operasional dan Peningkatan Sistem Pembelajaran di Sekolah pada tanggal 5-6 Oktober.
Swan, Michael. 1985. “ A Critical Look At The Communicative Approach.” ELT Journal. Vol.39 No. 1: 2-12.
Tim Instruktur PKG. 1992. Penilaian. Yogyakarta: Depdikbud.
Todd, Richard Watson. 2002. “Using Self-Assessment for Evaluation.” Forum Vol.40 No.1, January: 16-19.
Widdowson, H.G. 1978. Teaching Language as Communication. Oxford: Oxford  University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar